Pacaran?

Juni 04, 2017



Pacaran?

Pacaran. Jangan pernah tanya ke aku bagaimana rasanya pacaran. Pasti aku akan jawab enggak enak. Hahha.. gue bohong. Hahaha. Antar ya dan enggak. Padahal pacaran itu enak, iya serius enak, iya enak, enak banget, aku aja ketagihan. Hahahha.. 

Percaya? Paling iya. Haiss,.

*** 

Ok. Sebenarnya dari dulu gue pingin banget yang namanya jalin hubungan dengan orang, kalo anak muda zaman sekolah nyebutinya pacaran ala cinta monyet. Jadi, pacaran di zaman sekolah. Kan kamu tahu, virus cinta merah muda zaman sekolah itu, banyak banget, pikirannya Cuma seneng. Hahha. 

Tapi, kenyataanya. Aku enggak pernah pacaran selama sekolah. Cupu, bisa dibilang gitu kali ya. Cupu. Cupu soal cinta monyet. Hahah. Ketahuan deh. 

Jadi, waktu SD beberapa puluh tahun lalu, aku masih enggak mikir yang namanya pacaran, pikiran ku masih kecil, paling sukannya ngolok – ngolok temen, pake kata cie, di cariin, dan sebagainyalah (Edisi zaman anak sd, tahulah kayak gimana). Padahal, zaman itu, deket sama temen laki juga iya. Why? Karena aku nyaman, lebih tepatnya enggak baper, hahahha. Aku mikirnya enggak penting pacaran di hari itu. Tapi, temen aku udah pacaran sama temen dan sama temen, jadi ceritanya bisa dibilang temen makan temen, bagaiamana enggak, temen perempuanku sekelas udah pernah macarin 2 temen laki – laki di kelas. Entah apa yang dipikirin hari itu, dasar bocah, tapi, yang aku tahu mereka ngotak – ngotakin kata cantik dan ganteng. 

Bahkan ada juga yang mau pacaran sama tetangga sendiri, sedangkan aku mikir enggak tertarik buat pacaran apalagi sama tetangga. Hahahha. 

SMP. Pacaran? Zaman itu. Enggak pernah juga, dasar bocah. Tertarik sama temen laki sih iya, tapi menurut ku itu kagum, karena ganteng, karena pinter, dan karena apa ya? Karena ikut – ikutan . hahaha. 

Tapi sebenarnya hari itu, maksudnya waktu smp, aku dikenal tomboy, so, enggak ada yang berani ngomong suka, paling kalo suka Cuma ngajak berantem. Bahkan ada yang suka, tapi ngomongnya yang suka orang lain. Pikiran aja tu, penakut enggak tu laki. Paling karena mikirnya aku tomboy, takut aku hajar. Hahah. Aku tahu setelah beberapa hari, dari temen ku sebennarnya. Tapi aku menikmati suasana pertemanan aja sih. Tapi sebenarnya aku dapat pengakuan dari temen sekelas, iya pengakuannya udah telat, setelah pada lulus dan udah pada kerja, jadi ketika edisi dewasa. Dia bilang kalo eggak ada yang berani deketin aku hanya karena aku di kenal tomboy oleh temen – temen, takutnya aku ngamuk. Hahha. Menurutku itu sesuatu hal yang gila. Ternyata nyali mereka lebih kecil dari apa yang aku bayangin. Sorry, bukan maksud menyebutmu payah, hanya saja, kenapa enggak pada nunjukin lakimu. Eh. 

Zaman itu juga, mereka udah biasa ngeliat temen pacaran , gandengan tangan, goda – godaan, bahkan denger rumor ciuman di dalam kelas. Sering juga denger alias ngeliat temen pacaran yang sering apel ke rumah pacaranya, dan pernah di kasi cerita kalo di marahin orang tuanya gara – gara main hp sampe malam hanya buat smsan sama pacaranya. Hahahah.. konyol. 

Tapi itulah kenyataan. Jomblo is my life. 

Dari pendapat orang yang mengatakan aku tomboy dan sebagainya rasanya membuat aku bersyukur. Why? Karena aku tak tejebak di antara hubungan antara kita. Dan enggak ngerasain sakit hati. Hahah. Thank to tomboy. 

SMK. Lingkungan sekolah ku adalah lingkungan dimana banyak murid wanita dibandingkan pria. Iya, bisa dikatakan 90 % wanita, dan temen sekelas 100 % wanita. Jadi kesempatan suka sama temen sekelas enggak ada, tapi kalau suka sama tetangga kelas pernah. Hahahha. Eh ngaku. 

Jadi sebenarnya aku suka hanya karena gara – gara dia senyum. Wwkwk. Pikirin tu, bagaimana rasanya terpesona. Dan gara – gara aku suka dan tertarik pada pria ini, hubunganku sama temenku ancur. Kita, maksudku dia jauhi aku karena aku di anggap saingan, bisa dikatakan dia suka sama si temen laki ku itu. Jadi, dia musuhin aku, itu kasarannya, tapi halusannya, dia njauhin aku. Tapi, aku enggak terlalu perduli, ngurusin hal yang beda itu, dia jauhin, waluapun kerasa sih, ada bedanya. Tapi, satu hal yang selalu aku lakuin, aku selalu bersikap baik, entah mereka anggap maupun enggak, karena sikap ku bukan ditentukan oleh dia, tapi oleh diriku sendiri. Jadi, walaupun dia masih terasa ngejauh sampai sekarang, tapi aku berusaha mendekat dengan niat baik, yaitu jalanin status sebagai temen, enggak mutus silaturahmi. Toh, musuhan enggak apik, mutus silaturahmi enggak boleh, dan yang pasti, temen adalah temen, dan selamanya akan menjadi temen. Waluapun dia musuhin kayak gimanapun, kita tetep temen. 

Ok. Back. salah satu hal terkonyol yang pernah aku lakukan adalah ,engatakan suka pada pria ini, dia udah tahu. Dan tujuanku bukan untuk demi kita pacaran, tapi menjelaskan isi hati. Hahahha.. Jujurlah. Intinya itu. Tapi setelah itu, kita berteman baik, bukan ada modus. Kita jalani hidup kita masing – masing. Walaupun kalau ingat malu. Iya malu, tapi, ada rasa lega dibaliknya. 

3 tahun itu lama. Suka sama orang, bertahan menyimpannya, dan jujur ketika pisah alias lulus. Bayangin aja rasanya gimana. Hahha. Pahit. Enggak juga sih, manis. 

*** 

Karena dari dulu prinsipku, bukan prinsip sih, tapi lebih naati aturan bahwa pacaran enggak baik, jadi aku enggak mau pacaran. Bahkan beberapa orang mengajak pacaran aku, tapi aku menolak. Serius aku menolak. Aku pasti jawab, tungguin aku kalau mau. Udah itu aja. Sampai akhirnya, entah, tiba – tiba aku pacaran aja. Serius aku pacaran. Tapi ini pacaran lucu juga. Sama pria pastinya. Dia pria baik, tapi ketika pacaran, pegang aku aja enggak pernah. Dia rajin ke Masjid. Intinya dia agamanya insyaAllah baik sih. Dan dia keren. Aku sering marah ketika dia enggak manggil namaku, karena, menurutku, memanggil panggilan sayang atau pa atau pi atau apalah, enggak baaik. Serius. Aku marah, hanya karena panggilan. Dan dia, sering banget aku tinggal tidur, alias ketiduran waktu telfon. 

Inilah pacaran pertama ku ini juga pacaran terakhirku. Hahaha. Hanya saja, bertahan Cuma beberaa bulan saja, mungkin, 2 bulanan, aku ngajak putus karena aku mau di ajak nikah. Hahah. Padahal, dulu waktu sekolah, aku pingin banget nikah muda. Sedangkan ini sudah ada yang mau ngajak nikah aku putusin. Dasar bocah. 

Jika menurut pengamatan, ini bisa dikatakan pacaran syar’i. Tapi, tetap aja, pacaran enggak bagus. Enggak baik buat kehidupan para anak muda yang belum nikah, termasuk aku. 

*** 

Singgel 3 tahunan rasanya ya gini. Free banget. Bebas sesuka hati. Tapi, serius, sepi kalau temen – temen (lagi enggak lagi sih, pada sibuk lebih tepatnya) lagi ngurus hidupnya masing – masing. Jadi, kesepian , oh. Menyepikan. Eh menyedihkan. 

But, bukan itu intinya. Intinya adalah aku menjaga, iya menjaga diri. Aku berusaha megikuti aturan yang dibuat oleh sang pencipta untuk tidak menjalin hubungan pacaran. Jadi sering kali menjauh atau menghindar dari para temen laki, karena takutnya ketika aku baikin mereka salah paham, di kira aku suka sama mereka. 

Toh buktinya nyata. Beberapa bulan lalum eh lebih tepatnya tahun, setelah kau putus sama mantan pacar,  (mantan? Emang apaan, enggak ada mantan kali. Bilang aja, teme deket yang menjauh. Ok?) ada pria yang mendekati aku. Ngomongnya sih ngajak pacaran, tapi aku, udah dasarnya enggak mau pacaran, karena tiap di ajak pacaran , diri ku protesm pacaran enggak baik, jadi kalau mau tungguin aku aja. Ok, dia ngajak pacaran, tapi aku nolak. Dia ngelunjak. Bersikap kasar ke aku, membatasi kehidupanku. Melarangku begini dan begitu. Bahkan dia berantem, ngajak berantem aku, hanya karena pesan dari temen. Menurtku, dia sebagai pria enggak nunjukin dirinya sebagai pria. Aku mengatakan begitu karena ketika dia memiliki masalah denganku, dia enggak berani ngomong jujur padaku, dia lebih marah – marah enggak jelas, enggak mau ngomong sama sekali. So, akhirnya, dia aku paksa duduk depanku, aku paksa menjawab, tapi dia tetap menjawab, it’ok. No problem. 

Ketika dia jawab gitu ok, aku enggak masalah. Tapi kenyataannya, di balik itu, sesampainya dia di rumah, omongannya kasar, menunjukan dirinya adalah seperti itu, bisa dikatakan dia penakut. Payah. Pengecut atau apalah. Dia enggak beraningadepin aku secara langsung. 

Selama kita deket, bisa dikatakan dia aktif ibadah, dia rajin ke masjid. Tapi, karena berantem karena  masalah tadi, dan kita enggak pernah ketemu dia enggak pernah, eh jarang ibadah, sholatlah. Atau apa. Dia enggak pernah. 

Jadi, apa yang dia lakuin selama ini, baik di depanku, hanyalah modus buat dapetin aku. Itu salah satu hal tergila, terkonyol yang pernah ada. Dan kenyataannya banyak yang ngelakuin hal ini demi bisa deket degan seseorang yang disukai. Tapi, aku enggak mengatakan semua loh, sebagain menurutku begitu. 

Dari kejadian itu, eh, enggak itu aja sih. Lebih tepatnya aku bisa mengambil pelajaran dari kejadian ini, bahwa seseorang orang yang tulus, beneran suka, dia akan ngelakuin apa saja demi bisa deket, tapi enggak dengan cara modus, enggak dengan cara ngerubah dirinya jadi orang lain. Karena itu akan membuat orang yang di modusin itu ngerasa enggak nyaman dan akhirnya pergi. 

Jadi menurut aku pribadi, ketika seseorang itu serius, dia akan mengatakan jujur, apa yang dia rasakan, apalagi pria, harusnya lebih gentle lah. Enggak pake acara modus. Masalah di tolak atau di terima urusan belakang. Intinya buktiin dulu, are you serius? . karena jawaban udah pasti, kamu harus nerima sebuah konsekuensi dari menyukai seseorang, NERIMO. 

Jika kamu marah – marah, mungkin ada yang salah dari dirimu. Nafsu yang sudah membawamu suka sama dia, bukan karena kamu suka dengan tulus. Karena ketika orang yang disayangi itu seneng, harusnya kamu iku senang, karena yang terpenting adalah dia, yang di suka bahagia. 




Sering, dapat protesan, pacaran aja, sama dia. Dia suka sama kamu. Pacaran aja, mumpung masih muda, jadikan pendekatan, saling ngenal antara satu dan lainnya, dari pada nyesel loh, pas nikah. Aku sering ketawa kalau dapat protesan ini. Karena menurut aku ya tadi, enggak boleh pacaran. Jadi, aku akan mengatakan enggak mau pacaran. Udah lelah pacaran itu. Bikin capek. Mending langsung nikah. Tapi, aku juga sering di protes, bahwa jangan gitu, maksudnya adalah aku enggak boleh langsung nikah, (yang ngomong bukan orang tua ya, tapi orang lain ) entar nyesel lo, kalo dia begini dan begitu, tapi kalo pacaran juga kadang enggak tahu sikap asli dari dia kok, apalagi enggak pacaran, enggak kenal banget kan jadinya. 

Aku paham maksud mereka. Mereka memintaku untuk menjalin pacaran antara aku dan dia, agar aku enggak nyesel pas nikah salah pilih suami. Tapi, mau gimana lagi, udah dari awalnya aku mutusin langsung nikah, bahkan keputusan aku ini ketika aku masih sekolah. Jadi aku tetap ngeyel, maksudnya maksa bahwa aku enggak mau pacaran lagi, cukup sekali buat pengalaman, udah itu aja. 

Sisi padang atau pemikiran dari aku dan si pemberi nasehat itu beda, baik keluarga (Bukan orang tua), temen bahkan temen yang beda agama. Tapi bukan berarti aku ngotot ke mereka bahwa agamaku ngelarang pacaran, jadi aku enggaka akan pacaran. Rasanya jika aku ngotot seperti itu, itu akan melukai orang lain yang memberi nasehat, dan akibatnya ke hubungan antara aku dan mereka. Jadi aku selalu membuat alasan bahwa aku udah dewasa, waktunya menjalin hubungan dengan pria si emang, tapi aku udah capek Cuma main pake status pacar, dan enggak punya hak lebih, yang isinya Cuma seneng enggak mendalam banget gitulo. Dan aktivitas kita terbatas enggak bisa lebih. Jadi intinya bosan dengan permainan – permainan dalam pacaran. Aku cari yang serius, yang siap untuk menikah. 

Kenapa aku pakai alasan itu? Karena itu alasan terlogis yang bisa diterima oleh orang lain termasuk orang nonmuslim. Jadi, enggak sampai melukai orang yang kasi saran, biar mereka lain kali mau kasih saran lagi, intinya itu. 

Masalah disiplinin diri untuk menolak pacaran cukup buat aku saja, atau buat mereka yang bener paham atau enggak akan marah atau putus hubungan silaturahimnya denganku karena nasehat buat enggak pacaran . 

Kan enggak mungkinlah, setiap orang memiliki pemikiran yang sama dan keputusan dalam sebuah pilihan yang sama, jadi aku berusaha menghargai perbedaan dan menjauhi konflik, apalagi konflik yang enggk penting. 

*** 

So? Pacaran? 

Yes. Aku menginginkannya, dan jujur aku ketagihan pacaran. Serius. Ketagihan. Tapi, pacaran setelah aku udah nikah, yang mana dia 100% punyaku, dan aku berhak atas dia. Bukan Cuma punya – punyaan dan enggak ada ikatan. 

Dan ,aku enggak perduli ketika orang ngomong kalau aku “Enggak Normal” hanya karena aku eggak memiliki pacar. Karena aku lebih fokus ke taat, kepada sang pencipta. Bukan ngikuti tren agar aku kekinian. Padahal trending topik yang keren adalah MENIKAH. BUKAN PACARAN. 

And. Finally. 

Penjelasanku tentang pacaran menurut pola pikirku. Hahaha. Berdasarkan otaku. Bisa jadi bertolak belakang dengan pola pikir kalian. Tapi, inilah aku. Say to "NO PACARAN". Jika memang pendapat ini menyinggung, silakan protes di hadapanku. Alias JUJUR. Bukan komplain di belakangku, hahahaha...pasti aku terima kok kritik dan saran demi menjadikan diriku lebih baik. Tapi, aku harus memperimbangkan kritikanmu juga..hehehhe

You Might Also Like

0 comments