Musim Sepi, Musim Ramai

Agustus 27, 2018

Musim Sepi, Musim Ramai

Aku memang tak suka ditengah keramaian. Jika terpaksa aku terlibat di dalam arusnya, aku hanya akan berjalan mengikuti alurku dan mengabaikan keributan yang dibuatnya.

Aku tak suka bukan berarti benci, aku tak suka bukan berarti anti bahkan memusuhinya. Hanya saja, aku kurang nyaman saja jika harus menjadi bagian dari keributan malam dan siang dari lautan manusia hingga kendaraan.

Namun, ada saatnya aku harus jatuh cinta, menyukai terlibat dalam kegaduhan yang ditimbulkan oleh keramaian. Bukan harus, tetapi secara alami saja, jatuh cinta dengan sang keramaian. Bahkan aku menganggap keramaian adalah sebuah penjara berjeruji suara dengan jenis bahasanya sendiri.

Kadang juga aku menganggap keramaian adalah bagian dari tubuh kehidupan yang tak bisa dipisahkan dari kenyataan. Kondisi ini juga mengandung makna sama dengan sepi, bukan kesepian tetapi suasan sepi. Kosong, hanya suara angin yang terdengar oleh indra peraba berbalut rasa di hati.

Ketika menulis, kadang suasana sepi dibutuhkan untuk menghidupkan mesin – mesin dalam diri untuk bekerja dan menghasilkan berbagai macam karya atau hanya sekedar beberapa kata yang tersusun dalam kalimat dan paragraf saja.

Aku mengatakan itu benar. Sepi memberikan suasan nikmat untuk membuat bidikan tepat sasaran. Kadang sang sepi juga berhasil membawa diri membongkar bongkahan – bongkahan batu untuk menemukan ide. Mengupasnya dalam dapur aksara dan memolesnya dengan tinta bernama kata sehingga dia mampu tampil dalam sebuah rasa berbentuk kalimat yang nyata.

Namun, terkadang, sepi tak berhasil memenangkan kompetisi perlombaan untuk memperoleh karya. Malah kadang dia  membuat gaduh rasa untuk berperang dengan berbagai jenis ide yang timbul dari bermacam – macam suku. Dia menjadi pembunuh nomor satu dan menyisakan kekacauan saja.

Kondisi ini juga berlaku untuk suasana ramai penuh dengan kegaduhan yang mengandung jutaan pengganggu. Menulis dalam zona ini terasa tercekik, bahkan berubah menjadi mati seolah sang malaikat datang untuk menghampiri.

Terkadang keramaian adalah ladang terkaya yang berhasilkan memberikan buah ide dengan rasa manis berbungkus oleh jutaan warna bernama keruwetan. Seolah dia berhasil menenangkan seorang anak kecil menangis dengan memberinya permen dengan hiasan senyuman.

Aku mengakui, keramaian dan sepi tak bisa terpisah dari kehidupan setiap orang. Kadang sepi menjadi musuh tertinggi tapi terkadang keramaianlah musuh tertingginya. Bisa dikatakan, mereka adalah tangan dan kaki dari sebuah tubuh, jika tidak ada mereka maka sang tubuh tidak bisa hidup dengan normal.

Jika ditanya aku lebih menyukai sepi atau ramai, mungkin aku akan memilih sepi, tetapi ak juga tidak bisa menolak ramai. Karena mereka berdua adalah nyawaku, jeruji – jerujiku. Bahkan mereka adalah kegaduhan terindah yang pernah ada.

Dan ketika aku menulis di tengah keramaian, aku tetap menikmatinya, meskipun aku tidak terlalu menyukai ramai. Aku akan berdamai dengannya. Menggunakan caraku yang aku anggap tepat bahkan cukup mengganggu untuk meramu sebuah ide.

Suka atau tidak suka bukan sebuah pilihan yang harus di garis bawahi. Melainkan, itulah medan perang tersadis untuk memenangkan kekuasaan. Kau tidak akan lagi berbicara tentang suka atau tidak suka lagi, tetapi kau akan menjumpai kenikmatan dari sudut pandang yang berbeda tanpa meninggalkan siapa aku.

Meskipun kadang keramaian berhasil menyesatkanku dan merusak jalan cerita dalam peta pada pikiranku, tetapi karena dia juga, aku berhasil menemukan kembali si cerita menggunakan keramaian. Buka lari, pergi dan menemui sepi.

Begitu juga dengan sepi. Kadang aku cukup tidak suka, karenanya banyak peperangan di pikiranku demi memperjuangkan kata yang pantas untuk sebuah cerita. Bahkan dia kadang berhasil memboikot rasa nyamanku dengan kegundahan rasa, sehingga larva dalam gunung ide meluber dan mambanjiri pasukan kata.

Jadi menurutku, menulis ditengah keramaian atau sepi sama saja. Mereka sama – sama akan memberikan feedback kata yang sama meskipun dengan makna dan rasa beda.

Namun, semuanya tetap akan kembali kepada bibit yang ditanamnya pada niat. Pasti akan mengahasilkan buah enak jika dia berhasil meramu pupuk yang disesuaikan dengan musimnya, sepi atau ramai.

 

Bumi, 26 Agustus 2018 tepat pukul 20:00 WIB

Masih di tengah keramaian kata berselimut kopi mengandung polusi dalam pulau Wificorner.id

 

 

You Might Also Like

0 comments