Kritik Kritik Kritik

November 06, 2018

Kritik kritik kritik...

Ini bukan suara hujan yang baru saja keluar dari sarangnya sang awan berwarna abu kegelapan, melainkan ini sebutan untuk protesan tanpa pandang kasaran atau halusan.

Kritik. Memang serasa sangat kasar jika diucapkan, apalagi dibandingkan dengan saran yang mengandung bahasa positif menurut beberapa orang. Jadi, bisa dikatakan kritik cukup menyakitkan. Dan itu benar.

Namun, anehnya, aku sangat menyukai kritik. Yah, walaupun bahasa yang dipilih kadang kasar tak karuan, namun itu kenyataan. Meskipun menyakitkan, tapi aku harus menelannya sampai lembut sehingga tidak menyebabkan komplikasi.

Bukan pertama kalinya aku di kritik masalah tulisan, seperti ketika aku mengikuti kelas novel pramuda FLP 2018. Aku lupa ini yang keberapa, lebih tepatnya aku tak pernah menghitungnya, mengingat sangat inginnya aku di kritik. Bukan tak menyukai pujian, namun, jujur saja, pujian lebih menyakitkan dibandingkan kritikan.

Aku memang membuat sebuah ide cerita yang bisa dibilang kurang apik, bukan bukan, tepatnya tak apik. Masih kacau, enggak jelas, masih samar, jadi feeling dari sang cerita enggak ada. Serasa nyawanya setengah - setengah meragukan.

But, i like this. Ketika di kritik oleh pemateri, pak Ma'mun namanya.

Bagiku, kejujuran ketika di kritik menentukan kualitas diriku. Menentukan siapa aku, dan bagaimana aku. Karena kadang kritik itu lebih condong ke fakta dari pada saran yang terkadang terkesan mengapik - apikkan meskipun dalamnya terdapat kritik yang mendalam.

Sebelumnya aku juga pernah di kritik oleh seorang penulis, Mbak Okky namanya. Ketika pelatihan nulis juga, namun ini nulis Esay. Meskipun koridornya beda, tapi intinya sama, tentang ide dalam sebuah tulisan.

Aku sakit hati? Dikit. Hahaha...Iya aku langsung kacau aja, seolah jam hidupku mendadak berhenti dan pikiranku semrawut. Mikir keras apa yang kurang baik atau mana yang harus di perbaiki sampai mana yang harus ku hilangi.

Tapi, jujur, dari situ muncul kecemasan baru bahwa aku tak bisa apa - apa. Baiklah aku sebut saja diriku bodoh. Kenapa menyebut diriku sendiri bodoh? Karena dari seluruh hal yang ku punya aku tak tahu apa - apa, aku tak menguasainya, jikapun tahu aku tak menjiwainya.

Tragis aja, di zaman modern yang serba bisa ini aku ketinggalan zaman. Aku terpojok di sebuah ruangan tanpaku tahu bahwa banyak perubahan, bahwa banyak kenyataan dan pastinya banyak kehidupan. Namun kenapa ku hanya berpikir sempit tak meredeka. Padahal dalam dunia menulis bebas aja mau nulis apa dengan cara yang tentunya terserah sang penulis. Tapi kudu berani ambil tanggung jawab juga ketika tulisan tersebut bermasalah.

krtikit, kritik, kritik. Dia menjadi menu favorit apalagi di tambah es teh di siang bolong.

 

Bumi, 06 November 2018

Nikmat sebuah kritik

You Might Also Like

0 comments