Review Buku: Ta'aruf (Ketika Hati Ingin Memiliki)

Februari 02, 2022

Dokumentasi pribadi

Hola BuBu, Rabu Buku.

Kali ini aku ingin mereview buku keduan karya Zayyin Achmad yang terbit setelah kumpulan puisi “Menjenguk Mantan” beberapa tahun lalu. Jadi sebelum aku kembalikan ke BY Library, ada baiknya kubuatkan review terlebih dahulu agar ada jejak pernah menikmatinya dalam semalam dan hikmah.

Nah, berikut review buku “Ta’aruf Ketika hati Ingin Memiliki” versi N, semoga bermanfaat.

 

Kelebihan buku

Yah! Sesuai judulnya, buku yang memiliki ketebalan 185 halaman ini membahasa seputar ta’aruf. Lebih tepatnya pengalaman penulis saat menjalankan ta’aruf untuk menemukan tambatan hatinya. Jadi, isinya dapat dipastikan relate dengan kondisi sekarang. Apalagi trend ta’aruf semakin meningkat dikalangan anak muda, namun masih awam bagi kalangan orang tua.

Penulis mampu meramu bagaimana ta’aruf yang benar secara detail menggunakan bahasa ringan tapi tetap mengandung sastra. Mulai dari pengertian ta’aruf versi Zayyin, alasan hingga rangkaian proses gagal dan menyakitkan tapi harus disampaikan. Bahkan dalam buku terselip beberapa tips untuk calon dan para pelaku ta’aruf sendiri, misal cara menyampaikan menolak melanjutkan proses dikala tidak cocok antara satu dan yang lain di halaman 22.

Selain itu, penulis menyisipkan kutipan versi Zayyin disepanjang halaman buku. Atau lebih tepatnya menjadikan intisari setiap bab pembahasan menjadi satu kutipan bahkan lebih. Sehingga pembaca bisa menjadikan dia poin penting dalam buku dan membagikan ke story mereka setelah membaca.

“Memang seorang ibu selamanya tidak akan pernah menganggap anak laki-lakinya telah dewasa” halaman 21.

Memiliki sampul full ungu tua membuat tampilan buku ini elegant, strong dan dominan menurutku. Ditambah ilustrasi cincin terbang dan tangan kanan yang terikat oleh tali pada jari manis. Seolah menunjukkan perjuangan Zayyin dalam menemukan pemilik cincinnya.

Jadi menurutku, dalam sekali lirik sampul buku ini dengan perpaduan ilustrasi dan judul cukup menarik mata untuk menyelami isinya. Apalagi di halaman belakang ada tulisan-blurb- yang diambil dari kutipan dalam buku.

Tidak ada yang lebih diharapkan oelh seseorang yang di dalam hatinya telah menggebu-gebu kecuali pernikahan. Ada letih yang harus dibagi, ada tawa yang harus disambut ada doa yang harus lirih dimainkan.

Proses menemukan pasangan hidup adalah proses mengenal diri sendiri secara utuh. Bahkan proses mengenal ini, juga mengarahkan kita untuk mengenal keluarga kita secara utuh.

Jika dzohir bisa mudah dikendalikan, tapi bagaimana dengan batin, bahkan untuk menghalau bayangan mata sendunya saja, harus berusaha sekuat mungkin.

Perasaan itu dalam proses ini harusnya tidak ada. Ah, hati memang cobaan terberat manusia.

Cinta ini terlalu indah, Sayang, dan dunia ini sangat singkat. Tugas kita setelah ini adalah berjuang agar cinta kita bersemi abadu di surganya kelak.

 

 

Kekurangan buku

Menurutku, buku memiliki 29 bab yang ditata berdasarkan kemajuan proses ta’aruf penulis ini ada kalanya membosankan. Karena ditulis terlalu panjang dalam setiap paragraf. Saat kuhitung, salah satunya ada yang lebih 20 baris dalam satu paragraf. Bahkan, ada kalimat memiliki lebih dari 30 kata.

Sehingga untuk pembaca model sepertiku yang lebih nyaman dengan paragraf pendek  tidak nyaman. Belum lagi pengulangan kata beberapa kali dalam satu kalimat. Meskipun ini adalah gaya penulis dan pengalaman pribadi, adakalanya disesuaikan juga dengan target pembaca.

“Tapi saya harus kembali menegur hati, bahwa saya saya tidak hanya mencari seorang pasangan, tapi juga mencarikan anak menantu buat ibu, restu dan keridaan ibu menjadi syarat utama bagi saya, bagaimana pun sulitnya itu. Dan ikhtiar saya pun berlanjut sampai saya berta’aruf dengan perempuan bernama Mei Hwa.” Halaman 23.

“Hanya sekitar dua detik kami beradu pandang, tapi itu berhasil memberikan luka di hati saya. Tapi saya yakin, perih yang seperti yang akan membentuk saya menjadi manusia kuat, manusia yang tidak pernah takut melawan debar-debar di dalam hatinya sendiri.” Halaman 128.

Kutipan dalam buku kedua Zayyin memang cukup banyak. Namun, menurutku ada beberapa kutipan yang terlalu panjang. Sehingga jika untuk diingat agak sulit bagi pembaca pelupa.

“Cara membaca proposal nikah adalah dengan membaca informasi-informasi yang penting terlebih dahulu dan mengakhiri nama dan foto. Karena saya ingin penilaian dalam memili istri yang paling utama adalah dari profilnya bukan dari wajahnya. Saya takut langsung memutuskan tidak memilih seseorang karena wajahnya, padahal profilnya baik, tapi jika saya membaca dari profilnya terlebih dahulu, maka wajah, menjadi informasi pelengkap. Karena yang saya pahami wajah cantik akan menua, tapi kepribadian yang baik dan salihah akan menentramkan dan menumbuhkan kebijakan di keluarga.” Halaman 28.

 

Kesimpulan

Nah, setelah ku menuntaskan membaca, aku bisa mengambil hikmah bahwa ta’aruf bukanlah proses asal pemilihan pasangan. Melainkan salah satu cara untuk menyeleksi calon pasangan lewat tulisan-cv-. Jika dirasa cocok berlanjut pertemua hingga mengajukan beberapa pertanyaan dan pernikahan sesuai kesepakatan. Tapi proses ini juga melibatkan Allah didalamnya. Jadi wajar jika ada perantara antara 2 belah pihak demi tidak terjadi hal yang tak diinginkan.

 

Ok, itu dia review buku versi N. Kusarankan cocok sebagai salah satu referensi bacaan untuk siapa saja yang ingin mengetahui tentang ta’aruf. Bahkan bisa menjadikan dia sebagai kado kepada teman atau sanak saudara yang menganggap ta’aruf itu seperti membeli kucing dalam karung.

Dokumentasi pribadi

Dan kabarnya, buku milik Zayyin ini sedang dalam proses cetakan kedua setelah cetakan pertamanya sudah ludes tak sampai setahun. Bahkan ada lanjutan kisah setelah dia menikahi Atikah. Bagi yang penasaran dengan penulis atau tertarik sama si buku, bisa DM di instagram @zayyinachmad. Terima kasih J.

 

Identitas buku:
Judul Buku        : Ta'aruf (Ketika Hati Ingin Memiliki)
Nama Penulis     : Zayyin Achmad
Tebal Halaman  : 196 halaman
Tahun Terbit      : April 2021
Penerbit             : Sahaja

You Might Also Like

19 comments

  1. Pengen baca bukunya langsung jadinya deh kak. Otw langsung cari bukunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa langsung order ke yang nulis kak. Habis cetak ulang dengan sampul yang berbeda.

      Hapus
  2. Dah lama kali rasanya gk baca resensi. Sudah beda formatnya ya hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe. Ini lagi belajar nulis resensi. Jadi format masih kurang ok kak.

      Hapus
  3. Walau sudah nikah, tapi jadi kepo sama isinya, hihi

    BalasHapus
  4. Cocok banget nih dibaca oleh para jomlo fisabilillah. Semoga semakin banyak yang menikah dengan cara ini agar mendapatkan jodoh terbaik dengan cara yang baik.

    BalasHapus
  5. Oh begitu ya lihat profilnya dulu baru foto. Berarti kalau nulis proposal taaruf harus nempatin foto di halaman terakhir

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rasanya foto tetep dihalaman depan deh. Cuma ngelihatnya paling akhir.

      Hapus
  6. Jadi keinget waktu ta'aruf dulu. Lama gak baca buku beginian setelah nikah. ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. EHeh. Baca dong mbak. Mungkin aja terinspirasi buat nulis buku kisah ta'arufnya mbak.

      Hapus
  7. Baca resensi memberikan gambaran seperti apa alur bukunya. Jadi kepo baca langsung hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eheh. Kalu kepo bisa langsung pesen kak. Atau pinjam kayak aku :D

      Hapus
  8. wow.. tamparan lembut nih.. bukunya zayyin y itu.. jadi ingat naskah yang nenggangur...huhuhu..
    barakallahu buat zayyin.. mksh reviewnya NK.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama sama mbak Zee. Nampar juga aku yang pingin nulis gak selesai selesai.

      Hapus
  9. Buku yang digemari anak muda nih, bukunya juga gak terlalu tebal ya jadi bisa dibaca dalam beberapa jam saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas. Gak sampe sehari udah khatam sampai halaman terakhir :)

      Hapus
  10. Proses menemukan pasangan hidup adalah proses mengenal diri sendiri secara utuh. Bahkan proses mengenal ini, juga mengarahkan kita untuk mengenal keluarga kita secara utuh, setuju banget poin yang ini huhu. Aku dua kali ta'aruf, dan kapok pake cara sendiri, ta'aruf terakhir pakai perantara

    BalasHapus