Dokumentasi pribadi |
Hola BuBu, Rabu Buku.
Kali ini aku ingin mereview buku keduan karya Zayyin Achmad
yang terbit setelah kumpulan puisi “Menjenguk Mantan” beberapa tahun lalu. Jadi
sebelum aku kembalikan ke BY Library, ada baiknya kubuatkan review terlebih dahulu
agar ada jejak pernah menikmatinya dalam semalam dan hikmah.
Nah, berikut review buku “Ta’aruf Ketika hati Ingin
Memiliki” versi N, semoga bermanfaat.
Kelebihan
buku
Yah! Sesuai judulnya, buku yang memiliki ketebalan 185
halaman ini membahasa seputar ta’aruf. Lebih tepatnya pengalaman penulis saat
menjalankan ta’aruf untuk menemukan tambatan hatinya. Jadi, isinya dapat
dipastikan relate dengan kondisi
sekarang. Apalagi trend ta’aruf semakin meningkat dikalangan anak muda, namun
masih awam bagi kalangan orang tua.
Penulis mampu meramu bagaimana ta’aruf yang benar secara
detail menggunakan bahasa ringan tapi tetap mengandung sastra. Mulai dari
pengertian ta’aruf versi Zayyin, alasan hingga rangkaian proses gagal dan
menyakitkan tapi harus disampaikan. Bahkan dalam buku terselip beberapa tips
untuk calon dan para pelaku ta’aruf sendiri, misal cara menyampaikan menolak
melanjutkan proses dikala tidak cocok antara satu dan yang lain di halaman 22.
Selain itu, penulis menyisipkan kutipan versi Zayyin
disepanjang halaman buku. Atau lebih tepatnya menjadikan intisari setiap bab
pembahasan menjadi satu kutipan bahkan lebih. Sehingga pembaca bisa menjadikan
dia poin penting dalam buku dan membagikan ke story mereka setelah membaca.
“Memang
seorang ibu selamanya tidak akan pernah menganggap anak laki-lakinya telah
dewasa” halaman 21.
Memiliki sampul full ungu tua membuat tampilan buku ini
elegant, strong dan dominan menurutku. Ditambah ilustrasi cincin terbang dan
tangan kanan yang terikat oleh tali pada jari manis. Seolah menunjukkan
perjuangan Zayyin dalam menemukan pemilik cincinnya.
Jadi menurutku, dalam sekali lirik sampul buku ini dengan
perpaduan ilustrasi dan judul cukup menarik mata untuk menyelami isinya.
Apalagi di halaman belakang ada tulisan-blurb- yang diambil dari kutipan dalam
buku.
Tidak
ada yang lebih diharapkan oelh seseorang yang di dalam hatinya telah
menggebu-gebu kecuali pernikahan. Ada letih yang harus dibagi, ada tawa yang
harus disambut ada doa yang harus lirih dimainkan.
Proses
menemukan pasangan hidup adalah proses mengenal diri sendiri secara utuh.
Bahkan proses mengenal ini, juga mengarahkan kita untuk mengenal keluarga kita
secara utuh.
Jika
dzohir bisa mudah dikendalikan, tapi bagaimana dengan batin, bahkan untuk
menghalau bayangan mata sendunya saja, harus berusaha sekuat mungkin.
Perasaan
itu dalam proses ini harusnya tidak ada. Ah, hati memang cobaan terberat
manusia.
Cinta
ini terlalu indah, Sayang, dan dunia ini sangat singkat. Tugas kita setelah ini
adalah berjuang agar cinta kita bersemi abadu di surganya kelak.
Kekurangan
buku
Menurutku, buku memiliki 29 bab yang ditata berdasarkan
kemajuan proses ta’aruf penulis ini ada kalanya membosankan. Karena ditulis
terlalu panjang dalam setiap paragraf. Saat kuhitung, salah satunya ada yang lebih
20 baris dalam satu paragraf. Bahkan, ada kalimat memiliki lebih dari 30 kata.
Sehingga untuk pembaca model sepertiku yang lebih nyaman
dengan paragraf pendek tidak nyaman. Belum
lagi pengulangan kata beberapa kali dalam satu kalimat. Meskipun ini adalah gaya
penulis dan pengalaman pribadi, adakalanya disesuaikan juga dengan target
pembaca.
“Tapi saya harus
kembali menegur hati, bahwa saya
saya tidak hanya mencari seorang pasangan, tapi juga mencarikan anak menantu
buat ibu, restu dan keridaan ibu menjadi syarat utama bagi saya, bagaimana pun sulitnya itu. Dan ikhtiar saya pun berlanjut sampai saya
berta’aruf dengan perempuan bernama Mei Hwa.” Halaman 23.
“Hanya sekitar dua detik kami beradu pandang, tapi itu
berhasil memberikan luka di hati saya. Tapi saya yakin, perih yang seperti yang akan membentuk saya menjadi manusia kuat, manusia yang tidak pernah takut melawan
debar-debar di dalam hatinya sendiri.” Halaman 128.
Kutipan dalam buku kedua Zayyin memang cukup banyak. Namun,
menurutku ada beberapa kutipan yang terlalu panjang. Sehingga jika untuk
diingat agak sulit bagi pembaca pelupa.
“Cara
membaca proposal nikah adalah dengan membaca informasi-informasi yang penting
terlebih dahulu dan mengakhiri nama dan foto. Karena saya ingin penilaian dalam
memili istri yang paling utama adalah dari profilnya bukan dari wajahnya. Saya
takut langsung memutuskan tidak memilih seseorang karena wajahnya, padahal
profilnya baik, tapi jika saya membaca dari profilnya terlebih dahulu, maka
wajah, menjadi informasi pelengkap. Karena yang saya pahami wajah cantik akan
menua, tapi kepribadian yang baik dan salihah akan menentramkan dan menumbuhkan
kebijakan di keluarga.” Halaman 28.
Kesimpulan
Nah, setelah ku menuntaskan membaca, aku bisa mengambil
hikmah bahwa ta’aruf bukanlah proses asal pemilihan pasangan. Melainkan salah
satu cara untuk menyeleksi calon pasangan lewat tulisan-cv-. Jika dirasa cocok
berlanjut pertemua hingga mengajukan beberapa pertanyaan dan pernikahan sesuai
kesepakatan. Tapi proses ini juga melibatkan Allah didalamnya. Jadi wajar jika
ada perantara antara 2 belah pihak demi tidak terjadi hal yang tak diinginkan.
Ok, itu dia review buku versi N. Kusarankan cocok sebagai
salah satu referensi bacaan untuk siapa saja yang ingin mengetahui tentang ta’aruf.
Bahkan bisa menjadikan dia sebagai kado kepada teman atau sanak saudara yang
menganggap ta’aruf itu seperti membeli kucing dalam karung.
Dokumentasi pribadi |