Kapan Menikah?

Januari 10, 2018

"Kapan Menikah?"
Entah sudah berapa kali pertanyaan yang berulang ini terdengar di telinga, bahkan terkadang pertanyaan sama di ajukan oleh beberapa orang yang sama.

“Kapan Menikah?”
Sepasang kata bertanda tanya ini seperti sihir baik yang mendadak jahat.

“Kapan Menikah?”
Sebuah pertanyaan basi – basi menusuk hati.

“Kapan Menikah?”
Bagai ejekan memasung jiwa.

***

“kapan Menikah?”
Sepasang kata bertanda tanya ini tak akan lelah menyerang para pelaku Singgle alias Jomblo tanpa nama. Sederhana, hanya kapan menikah, tapi efek yang diberikan bisa menimbulkan perang batin di dalam kepala. Hati yang awalnya adem ayem serasa berdarah akibat tusukan basa – basi dari sebuah pertanyaan singkat, Kapan menikah?.

Kadang kala, ketika seseorang mengajukan kapan nikah merasa seperti di ejek begitu saja. Tersindir, terpinggir dan berhasil memasung jiwa. Memenjarakan emosi dan menyihirnya menjadi ekspresi jahat berwajah nyengir.


***

“Kapan Menikah?”
Pertanyaan ini juga sering menyudutkanku, entah dari mereka para orang tua atau hanya sekedar teman saja. Tersenyum menjadi andalanku. Apalagi ketika pertanyaan ini di hubungkan dengan mereka yang sudah merajut rumah tangga dengan usia sama atau di bawahku.

“InsyaAllah aku akan menikah. Tapi jika aku tidak mati dulu,”.

Pernyataan ini kadang aku lontarkan kepada mereka.

Terdengar kasar, tapi ini kenyataannya. Aku akan menikah, tepatnya itu belum pernah tahu. Aku pasti menikah, jika jodoh matiku datang setelah jodoh suamiku.
Terdengar ambigu, tapi bukankah pernyataanku ini jelas benar adanya?


Ada yang bilang. . .

Menikah ya tinggal menikah, kenapa harus di buat rumit? Bukankah sudah ada yang menyukaimu? Mau menikahimu? Dia juga sudah mapan ! Dan kau bisa juga mencoba menjalin hubungan dengannya bukan? Melalui pacaran. Jika tak cocok tinggalkan saja, jika cocok lanjutkan saja dalam ikatan pernikahan. Sederhanakan? Jangan di tunda – tunda dan terlalu memilih nanti dapat bongkeng (Jelek) loh...!!!

Sebenarnya pernyataan ini sering kali aku terima, sering masuk ke telinga dan merusak mood tapi menggoda mood juga.


Menurutku, menikah memang sebuah sunah dari sang nabi. Tapi, kenapa menikah harus memakai dasar suka begitu saja? Dasar saling suka tapi membawa kehausan di tengah perjalanan.

Bukankah sebaiknya menikah dengan mereka yang berniat untuk menikah karena ingin beribadah?


Menikah bagiku bukan masalah sepele yang bisa di bahas dan selesai hanya dengan meneguk satu cangkir kopi di sebuah kafe. Tapi menikah itu hal serius yang butuh berhari – hari untuk menyebutkan hasil keputusannya. Menggalinya di sepertiga malam bersama harapan yang terbungkus dalam do’a dihiasi tangisan.

Bahkan menikah tak cukup selesai melibatkan aku dan kamu. Tak juga aku kamu dan KUA, lantas semua selesai sampai di situ.
Menikah melibatkan banyak pihak. Melibatkan banyak emosi. Melibatkan banyak tenaga. Melibatkan banyak tanda tanya.  

Kau sadar bukan? 
Menikah bukan hanya tentang kita, tapi kita semua. 
Aku, kamu, keluargaku, keluargamu dan berbagai lapisan masyarakat serta sleuruh benda hidup mati di hadapan kita.

Kau pastinya juga paham, bahwa menikah harus melibatkan DIA, pencipta Kita. 
Kita juga harus memiliki Visi dan Misi yang sama bagai calon Presiden dan wakilnya.

Bukankah kita akan membentuk negara? Yahhh... Sebuah negara bernama Rumah Tangga di atas Air.

Jadi, kau pahamkan apa maksudku?

Jangan asal ajukan “Kapan Menikah”.
Apalagi menikah bukan seperti membeli Barang baru dan di buang ketika sudah tak cocok.
Jadi, berhentilah mengajukan kapan menikah dengan modus tersembunyimu.

Do’akan saja, bocah cilik berwajah rindu ini segera menikah.

Percayalah!!!
Bahwa Tidak ada namanya menikah terlambat ataupun terlalu cepat, yang ada adalah nikah pada waktu yang tepat, hanya saja terkadang caranya yang tidak tepat. .


Bumi, 10 Januari 2018

You Might Also Like

0 comments